PING!!!
“Jam ½ 9 yah?” akhirnya
BBM ku dibalas.
“Okeh, di tempat
biasa!” jawabku, melirik jam di dinding yang menunjukan waktu 5.30.
Sahabatku Natalia Melake, bersamanya aku
bisa menghabiskan banyak waktu. Kita, saling berbagi cerita bahkan derita. Saling
mengingatkan bahwa ‘setiap orang punya masalah, bahkan orang yang tidak
mempunyai masalah itulah masalahnya’. Pada akhirnya saling menguatkan!, kita
harus lebih menghargai hidup dan bersyukur terhadap kehidupan yang kita jalani
ini, karena kita masih jauh lebih beruntung dibandingkan ‘mereka’ ? ya,
“Anter
gue yukh?”
“kemana?”
tanyaku sambil nyeruput cappuccino
“Nanang?”
“Gue
sih Oke! lo gak cape abis pulang kerja?”
“Enggak,
gue mau ketemu dia, katanye sih dia ngamen di perapatan Atrium!” Natali
meringis, riak mukanya merana, sedih!
Aku mulai mengingat nama itu, Nanang adalah anak asuh Natali. Aku
berfikir andai lebih banyak orang lagi yang sepertinya ‘dalam usia yang masih
muda tapi sudah menjadi orang tua asuh dari salah satu anak jalanan’, mungkin
pengamen atau bahkan peminta – minta cilik akan berkurang jumlahnya! Itu mungkin saja.
Malam memang semakin larut. Salah satu
hal yang aku sukai adalah malam. Jalanan
Jakarta dimalam hari tetap ramai. Disepanjang jalan perapatan Atrium aku dan
Natali mencari nanang, memastikan satu persatu anak jalanan. Akhirnya ketemu
Nanang yang tengah ngamen di ketepian jalan. Sebenarnya Natali melarang Nanang
untuk ngamen! Tapi orang tua dari bocah 6 tahun itu memiliki kepentingan lain,
Nanang terpaksa mengamen.
Susu 1 liter yang Natali bawa langsung
ditenggak tandas oleh Nanang, begitupula 1 mangkok bakso dilahap habis. Setelah
itu Natalia memaksa Nanang pulang, awalnya Nanang menolak karena hasil dari
mengamennya malam ini belum memenuhi target harian sebesar Rp. 50.000,- ribu
rupiah, sebelum pulang Nanang melapor pada kakak laki – lakinya yang bertugas
mengawasinya mengamen.
Sepanjang jalan dari Jalanan Atrium
sampai rel kereta api gaplok melewati gang – gang tikus yang padat penduduk,
Natalia bercerita, begitu ia sangat menyanyangi Nanang yang 1 tahun pertama
kelahirnya hampir dijual oleh ibunya kepada tetangga. Nanang tetap bertahan
dalam pelukan sang ibu, memasuki 2 tahun, Nanang dihonis terkena gizi buruk!
Natalia bertutur bahwa ketika itu di saat Natalia masih duduk dibangku sekolah
menengah atas, ia harus mencari uang untuk biaya puskesmas.
Natalia tengah mengusahakan Nanang masuk
sekoah SD tahun ini, bahkan mendaftarkan Nanang ke pelatihan Tekwondo di GOR
senen. Aku tergugu melihat perjuangan Natalia, dan Nanang dengan senyuman
lesung pipit dikedua pipinya itu, waktu menunjukan 10.55 ketika memasuki jalur
kereta, di sepanjang pinggiran rel kereta berjajar gubuk – gubuk liar,
“Nanang
sendalnya kemana sih?” tanya Natali, aku pun heran. Pasalnya jalanan ini
berbatuan bahkan beling – beling menggertak ketika terinjak! Beberapa orang
meneriaki kami untuk berjaan minggir, memberi tanda aka nada kereta lewat.
“Lo,
liat deh Nat, kucing itu.” tunjukku
“Gue
rasa, kucing itu udah terbiasa dengan jalanan seperti ini, dia tahu cela mana
yang dikira aman, begitupun orang – orang disekitar sini telah beradaptasi
dengan lingkungan seperti ini,” Analisaku,
Setelah berjalan cukup jauh akhirnya
aku, Natali dan Nanang sampai di depan sebuah ‘rumah’ yang ukurannya hanya 2 x
1 meter, 2 adik Nanang terkapar pulas. Bayi perempuan 1 tahun dan laki – laki 2
tahun. Nanang anak ke 4 dari 7 bersaudara, kaka perempuannya telah menikah 1
tahun yang lalu, kakak laki – laki nya yang pertama telah meninggal, salah satu
korban mutilasi sadis yang dilakukan oleh babe,
kakak laki – laki satunya lagi yang bertugas mandori Nanang ketika ngamen.
‘rumah?’ petakan yang geratis ditempati
ini kecuali air dan listrik keluarga Nanang berkumpul. Sumpek pasti, kipas angin
yang terus berputar rasanya tak membuat udara diruangan ini baik, Beberapa kali
harus ku tahan nafas karena agak enek.
Bau anyir dari luar dan sampah plastic yang terbakar.
Ibu Nanang seorang pengamen, ayahnya
bekerja sebagai pemulung. Tapi Nanang
“Harus
sekolah, dan jadi orang hebat!” azam Natalia.
Mencari hikmah yang berserakkan di
jalanan. Pukul 12 malam lewat beberapa menit aku pulang membawa cerita, bahwa
setiap kita harus saling berbagi. Kita adalah manusia yang ketersalingan!
***
kereeeeeeeeeeeeeennnnn....
BalasHapusjempol deh mestyyy...
Makasih Ya sudah menginspirasi :)
BalasHapuswihhhh *0*
BalasHapus